Hari Perempuan dan Feminisme Beauvoir
04.28Setiap
tanggal 8 Maret diperingati sebagai hari perempuan internasional. Tahun ini
perayaan hari perempuan mengangkat tema #BreakTheBias yang mencoba untuk
mematahkan dan sebagai pesan kepada para perempuan untuk berusaha melawan
ketidaksetaraan, bias, dan stereotip yang disematkan oleh masyarakat. Hal ini
disebakan oleh bias yang dinilai menghambat perempuan untuk maju.
Sejak
dahulu perempuan dikonstruksi hanya bertanggung jawab pada wilayah domestik
saja dan kerap kali tidak memiliki hak atau akses yang sama di berbagai ruang.
Berbicara mengenai perempuan, aku jadi teringat pada satu tokoh filsuf terkenal
dari Prancis, yaitu Simone de Beauvoir. Beauvoir merupakan tokoh
eksistensialisme feminisme modern dengan karyanya yang terkenal berjudul Le
deuxième sexe (1949) atau The Second Sex. Buku ini merupakan penanda dimulainya
feminisme gelombang kedua.
Di dalam
bukunya Le deuxième sexe Tome 2: L’expérience vécue dibuka dengan kalimat “On
ne naît pas femme : on le devient”. Dari kalimat tersebut, Beauvoir ingin
mengungkapkan bahwa selama ini perempuan dikonstruksi berdasarkan struktur
sosial yang ada di masyarakat, sehingga perempuan menjalankan kehidupannya
sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditanamkan untuk menjadi perempuan.
Sebagai contoh, perempuan harus berjalan anggun, bisa memasak, menjahit, dan
bersikap lembut. Terlebih perempuan dilihat sebagai makhluk hidup yang memiliki
esensi biologis yang berbeda dengan laki-laki, hal ini yang membuat perempuan
menjadi objek karena perbedaan organ biologisnya tersebut.
Selain
itu, Beauvoir juga menyinggung tentang tuntutan pernikahan yang harus dihadapi
oleh perempuan. Pernikahan menjadi tempat berlindung perempuan karena dia tidak
memiliki kekuatan hukum ketika dia belum menikah, tetapi sebaliknya jika dia
telah menikah. Di dalam pandangan Beauvoir, perlindungan tersebut membuat
perempuan kehilangan kebebasannya sebagai individu. Dia percaya bahwa perempuan
seharusnya hidup secara otentik, yaitu perempuan harus memiliki kesadaran bahwa
dia pada hakikatnya adalah manusia yang bebas, tidak terikat dengan segala
norma, nilai, dan stereotip yang berkembang di masyarakat.
Menurut
Beauvoir, laki-laki dan perempuan bukanlah dua entitas yang berbeda karena
keduanya terlahir sama. Selain itu, di dalam tubuh laki-laki dan perempuan
memiliki aspek biologis dan psikologis yang tidak berbeda juga. Oleh karena
itu, keduanya bukanlah organisme yang berbeda, tetapi yang membedakannya adalah
cara keduanya bereksistensi. Masyarakat yang membentuk perbedaan peran dan
identitas laki-laki dan perempuan. Laki-laki dapat menunjukkan transendensi,
kekuatan, dan dominasinya pada perempuan karena alat kelaminnya, sedangkan
perempuan hanya dijadikan objek yang terdominasi dan pasif. Fakta-fakta
biologis tersebut yang membuat perempuan tersudutkan, sehingga Beauvoir
memandang bahwa tubuh perempuan harus dibebaskan dari konstruksi masyarakat
yang telah terbentuk yang membuatnya tidak bebas untuk melakukan proses
transendensinya.
Dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya perempuan dapat menjadi subjek yang dapat
berdiri sendiri dengan mengambil keputusan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan subjek yang dominan agar perempuan tidak menjadi the
other yang dijadikan objek oleh laki-laki. Perempuan bebas memilih dan tetap
memikirkan matang-matang konsekuensi yang akan didapat. Perempuan yang mampu
menjadi subjek otonom adalah perempuan yang memahami bagaimana pribadinya
sehingga perempuan tersebut tentu mampu untuk mengambil pilihan yang tepat dan
terbaik bagi dirinya.
2 komentar
😊😊😊😊
BalasHapusMakasih Andhea sudah komen 😊😊😊
Hapus